Categories

google translate

Senin, 07 November 2011

Sumber Energi Potensial Coal Bed Methan Di Indonesia


Coal bed methane (CBM) merupakan sumber energi yang relatif masih baru. Sumber energi ini merupakan salah satu energi alternatif yang dapat diperbaharui penggunaannya. Gas metane yang diambil dari lapisan batubara ini dapat digunakan sebagai energi untuk berbagai kebutuhan manusia. Walaupun dari energi fosil
yang tidak terbaharukan, tetapi gas ini terus terproduksi bila lapisan batubara tersebut ada. Kenapa? Yuk kita bahas sedikit.
Gas methane yang dapat bernilai ekonomis, terbentuk dan terdapat bersama-sama dengan lapisan batubara.
Coal seam gas dapat dibedakan menjadi dua macam :
1.Coal bed methane : gas methane yang terdapat dalam batubara dan belum tersentuh oleh kegiatan apapun.
2.Coal Mine Gas : gas methane yang menyertai kegiatan penambangan batubara terutama pada tambang Bawah tanah.

Sejarah coal bed methane :Batubara dikenal sebagai sumber energi yang cukup besar peranannya sebagai pengganti minyak bumi. Coal Mine gas pertama kali diproduksi sejalan dengan pengambilan gas methane dalam tambang batubara (bawah tanah), karena dengan dapat terambilnya gas ini maka tambang akan terbebas dari proses ledakan. Sejak awal tahun 1980 an produksi gas methane mengalami kenaikan, dan saat ini coal bed methane sebagai cadangan energi yang sangat penting, karena bila gas ini dibakar sangat bersih dari terbentuknya emisi sehingga tidak mengotori lingkungan. Bila dibandingkan dengan emisi yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara, maka pada pembakaran batubara akan menghasilkan emisi yang berupa gas maupun padatan ( abu terbang dan abu dasar ). Sumberdaya CBM di Indonesia cukup besar yaitu sekitar 450 TCF.

Gambar 1. Negara dengan cadangan dan produksi batubara terbesar di dunia.

Sebagaimana kita ketahui, batubara di Indonesia cadangan dan produksinya cukup menjanjikan. Dapat kita lihat pada gambar 1, dimana Indonesia termasuk negara produsen batubara dunia.
Seiring bertambahnya kebutuhan akan energi, baik untuk listrik dan transportasi, negara-negara berkembang seperti Indonesia juga membutuhkan suatu energi alternatif yang dapat terus dikembangkan. Dapat kita lihat
pada gambar 2, dimana kebutuhan akan energi untuk pembangkit listrik terus berkembang. Salah satu
pembangkit listrik di dunia yang paling dominan adalah dari energi batubara.
Gambar 2. Sumber pemakaian energi untuk konsumsi listrik di dunia.

Berdasarkan perkiraan dari sebuah institusi di Prancis, maka konsumsi energi di dunia tetap akan memakai minyak, batubara dan gas sebagai energi primer (gambar 3). Projeksi ini memberikan gambaran sebagaimana pentingnya peran energi fosil sebagai energi yang ”harus” terbarukan. Kata-kata harus disini mungkin tidak masuk akal, karena energi tersebut memang habis dipakai (tidak dapat diperbaharui). Dengan adanya teknologi, riset dan pemikiran baru, maka sebuah lapisan batubara dapat memberikan sebuah energi baru berupa gas yang dapat kita pakai. 

Bentuk CBM sama halnya dengan gas alam lainnya. Dapat dimanfaatkan rumah tangga, industri kecil, hingga industri besar. CBM biasanya didapati pada tambang batu bara non-tradisional, yang posisinya di bawah tanah, di antara rekahan-rekahan batu bara.
Gambar 3. Energi primer yang dipakai di dunia.
Untuk memproduksi CBM, lapisan batubara harus terairi dengan baik sampai pada titik dimana gas terdapat pada permukaan batubara. Gas tersebut akan teraliri melalui matriks dan pori, dan keluar melalui rekahan atau bukaan yang terdapat pada sumur (gambar 4).

Air dalam lapisan batubara didapat dari adanya proses penggambutan dan pembatubaraan, atau dari masukan (recharge) air dalam outcrops dan akuifer. Air dalam lapisan tersebut dapat mencapai 90% dari jumlah air keseluruhan. Selama proses pembatubaraan, kandungan kelembaban (moisture) berkurang, dengan rank batubara yang meningkat.

Gambar 4. Kaitan antara lapisan batubara, air dan sumur CBM. 

Gas biogenik dari lapisan batubara subbituminus akan dapat berpotensi menjadi CBM. Gas biogenik tersebut terjadi oleh adanya reduksi bakteri dari CO2, dimana hasilnya berupa methanogens, bakteri anaerobik yang keras, menggunakan H2 yang tersedia untuk mengkonversi asetat dan CO2 menjadi metane sebagai by produk dari metabolismenya. Sedangkan beberapa methanogens membuat amina, sulfida, dan methanol untuk memproduksi metane.

Aliran air, dapat memperbaharui aktivitas bakteri, sehingga gas biogenik dapat berkembang hingga tahap akhir. Pada saat penimbunan maksimum, temperatur maksimum pada lapisan batubara mencapai 40-90°C, dimana kondisi ini sangat ideal untuk pembentukan bakteri metane. Metane tersebut terbentuk setelah aliran air bawah tanah pada saat ini telah ada.

Apabila air tanah turun, tekanan pada reservoir turun, pada saat ini CBM bermigrasi menuju reservoir dari sumber lapisan batubara. Perulangan kejadian ini merupakan regenerasi dari gas biogenik. Kejadian ini dipicu oleh naiknya air tanah atau lapisan batubara yang tercuci oleh air. Hal tersebut yang memberikan indikasi bahwa CBM merupakan energi yang dapat terbaharui.

Lapisan batubara dapat menjadi batuan sumber dan reservoir, karena itu CBM diproduksi secara insitu, tersimpan melalui permukaan rekahan, mesopore, dan mikropore (gambar 5). Permukaan tersebut menarik molekul gas, sehingga tersimpan menjadi dekat. Gas tersebut tersimpan pada rekahan dan sistem pori pada batubara sampai pada saat air merubah tekanan pada reservoir. Gas kemudian keluar melalui matriks batubara dan mengalir melalui rekahan sampai pada sumur. Gas tersebut sering kali terjebak pada rekahan-rekahan.
Gambar 5. Kaitan antara porositas mikro, meso dan makro. 

CBM juga dapat bermigrasi secara vertikal dan lateral ke reservoir batupasir yang saling berhubungan. Selain itu, dapat juga melalui sesar dan rekahan. Kedalaman minimal dari CBM yang telah dijumpai 300 meter dibawah permukaan laut.

Gas terperangkap pada lapisan batubara sangat bergantung pada posisi dari ketinggian air bawah tanah. Normalnya, tinggi air berada diatas lapisan batubara, dan menahan gas di dalam lapisan. Dengan cara menurunkan tinggi air, maka tekanan dalam reservoir berkurang, sehingga dapat melepaskan CBM (gambar 6).

Gambar 6. Penampang sumur CBM. 

Pada saat pertama produksi, ada fasa dimana volume air akan dikurangi (dewatering) agar gas yang dapat diproduksi dapat meningkat. Setelah fasa ini, fasa-fasa produksi stabil akan terjadi. Seiring bertambahnya waktu, peak produksi akan terjadi, saat ini merupakan saat dimana produksi CBM mencapai titik maksimal dan akan turun (decline).

Volume gas yang diproduksi akan berbanding terbalik dengan volume air. Bila volume gas yang diproduksi tinggi, maka volume air akan berkurang. Setelah peak produksi, akan terjadi fasa selanjutnya, yaitu fasa penurunan produksi (gambar 7). Seperti produksi minyak dan gas pada umumnya, fasa-fasa tersebut biasa terjadi. Namun demikian, seperti yang telah diuraikan, CBM dapat terbaharukan.

              diktat kuliah tambang CBM
              kaskus geologi




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kasih komentarnya ya reader :D